Assalamu'alaykum, teman!
Kalau kamu memutuskan untuk membuka lagi blog ini, aku mau mengucapkan, Selamat! karena kamu bertemu kembali dengan tulisanku yang alay, tapi semoga berfaedah ya hehe.
Kalau kamu memutuskan untuk membuka lagi blog ini, aku mau mengucapkan, Selamat! karena kamu bertemu kembali dengan tulisanku yang alay, tapi semoga berfaedah ya hehe.
Seperti yang sudah aku woro-woro di story medsos, kali ini aku akan bercerita tentang kenapa aku suka naik gunung. Bukan karena kegeeran atau gimana, tapi setiap aku posting yang bertemakan gunung-gunung pasti ada aja yang nge-chat,
"Kak, gua mau naik gunung juga"
"Ti, ajak-ajak gua kalo naik gunung dong",
"wah Kak Isti, kok berani sih kak naik gunung".
Ya pokoknya kurang lebih chat-chat macam itu yang masuk ke direct message-ku, baik wA maupun instagram.
Jadi, temen-temen pasti tahu kan film 5 cm yang sangat booming di zamannya. Yups, film yang menceritakan kisah persahabatan Bang Jafran dan kawan-kawannya buat ngetrip ke Gunung Semeru. Nah! awal aku punya keinginan untuk naik gunung salah satunya karena film tersebut. Ada juga alasan lainnya, di awal masuk SMA pun aku juga mulai tertarik pada kegiatan tersebut. Tepatnya setelah melihat demo ekskul Pecinta Alam di SMAN 3 Depok yang punya nama beken "EKSTANBA". Waktu itu aku masih berpikir realistis untuk mengikuti kegiatan ekskul Ekstanba. Mana mungkin ya aku bisa diizinin naik gunung sama ayah dan ibu. Selain itu, aku sama sekali nol perlengkapan untuk naik gunung. Apa boleh buat semua keinginan itu akhirnya ku pendam dalah hati dan memilih ekskul yang gak butuh modal banyak, yaitu Rohis dan Bahasa Jepang.
"Kak, gua mau naik gunung juga"
"Ti, ajak-ajak gua kalo naik gunung dong",
"wah Kak Isti, kok berani sih kak naik gunung".
Ya pokoknya kurang lebih chat-chat macam itu yang masuk ke direct message-ku, baik wA maupun instagram.
Jadi, temen-temen pasti tahu kan film 5 cm yang sangat booming di zamannya. Yups, film yang menceritakan kisah persahabatan Bang Jafran dan kawan-kawannya buat ngetrip ke Gunung Semeru. Nah! awal aku punya keinginan untuk naik gunung salah satunya karena film tersebut. Ada juga alasan lainnya, di awal masuk SMA pun aku juga mulai tertarik pada kegiatan tersebut. Tepatnya setelah melihat demo ekskul Pecinta Alam di SMAN 3 Depok yang punya nama beken "EKSTANBA". Waktu itu aku masih berpikir realistis untuk mengikuti kegiatan ekskul Ekstanba. Mana mungkin ya aku bisa diizinin naik gunung sama ayah dan ibu. Selain itu, aku sama sekali nol perlengkapan untuk naik gunung. Apa boleh buat semua keinginan itu akhirnya ku pendam dalah hati dan memilih ekskul yang gak butuh modal banyak, yaitu Rohis dan Bahasa Jepang.
Suatu hari, Allah menakdirkan aku menjadi salah satu siswa Rumah Pintar (Rupin) KSE UI tahun 2014 dan pengurusnya itu mahasiswa UI juga. Seiring waktu berjalan, aku mulai kenal sama pengurus-pengurusnya, hingga suatu ketika aku tahu kalau di KSE UI ada kumpulan pengurus yang suka naik gunung. Ya Allah, mau nangis rasanya. Aku langsung berpikir one step closer mimpi aku naik gunung bisa terwujud. Kenapa gitu? karena mereka semua sudah dewasa dan berpengalaman naik gunung. Itu bisa jadi amunisiku untuk mendapatkan perizinan ke ayah dan ibu kalau suatu hari aku mau naik gunung. Tapi apa daya, semua tetap hanya angan semata. Selama aku jadi anak Rupin gak ada kepikiran untuk naik gunung. Hampir setiap malam setelah KBM berlangsung, angkatanku mendapatkan "siraman" semangat dari para sesepuh kami di Rupin. Keinginan untuk naik gunung pun seketika lupa. Yang terpikirkan hanyalah bagaimana aku bisa jadi mahasiswa UI. Pesan seniorku yang selalu aku inget, "kalo lu udah jadi anak UI mah terserah deh Ti, lu mau kemana juga pasti diizinin."
Finally! Alhamdulillah, aku jadi mahasiswa UI. Waktu itu akhir Semester 1, salah satu senior di KSE dan mahasiswa teknik juga mengajak aku jalan-jalan ke Gunung Merbabu. Wah! aku menyambut ajakan itu dengan excited. Ini dia yang kutunggu. Seketika di pikiranku berkeliaran ancang-ancang alasan untuk izin ke ayah ibu biar bisa di acc. Alasan sudah oke betul, tapi ternyata tetap GAGAL. Perizinanku ditolak ayah dan ibu. Akhirnya aku pun menguluarkan jurus andalah, aku maksa ayah dan ibu sambil nangis-nangis (air mata buaya haha). Jurus itu pun berhasil, aku diizinkan untuk berangkat ke Gunung Merbabu. Ibuku bilang, "bukannya karena apa-apa ibu gak izinin, tapi pasti kalau sekali dikasih izin, besok-besok pasti naik-naik lagi". Hahaha dan nyatanya memang seperti itu. Setelah dikasih izin, besoknya ayahku langsung mengajak membeli carrier dan sandal gunung. Semapt aku tercengang. Awalnya gak diizinin tahunya malah jadi sponsor aku naik gunung (walau cuma dua barang itu ya, sisanya aku masih pinjam senior di KSE UI). MaasyaaAllah, ayahku tercinta <3.
Setelah mendapatkan perizinan aku pun gak serta merta langsung punya kebebasan. Aku harus menunjukkan kalau aku baik-baik aja setelah perjalanan naik gunung, dalam artian aku gak mengalami cedera atau hal buruk lainnya. Kenapa begitu? agar kalau kelak aku minta izin lagi naik gunung bisa dengan mudah di acc hehe. Pun dengan nilai akademi. Di awal kuliah, niali akademismu memang agak terpuruk, tapi gak terlalu parah dan masih di atas rata-rata bahkan aku masih bisa menyelamatkan itu. Semua itu aku lakukan dengan sungguh-sungguh. Alhamdulillah, semakin berjalannya waktu, perizinanku naik gunung semakin mudah bahkan pernah izin di H-2 berangkat, yassalam haha. Jadi, kalau misalnya temen-temen punya keinginan yang ekstrim, maka buatlah kebahagiaan yang sebanding dengan kebahagiaan orang tua kita. Misalnya, bisa jadi mahasiswa UI. Kan enak ya kalau orang tua kita ditanya anaknya kuliah di mana terus dijawab "di UI", waw.
Setelah mendapatkan perizinan aku pun gak serta merta langsung punya kebebasan. Aku harus menunjukkan kalau aku baik-baik aja setelah perjalanan naik gunung, dalam artian aku gak mengalami cedera atau hal buruk lainnya. Kenapa begitu? agar kalau kelak aku minta izin lagi naik gunung bisa dengan mudah di acc hehe. Pun dengan nilai akademi. Di awal kuliah, niali akademismu memang agak terpuruk, tapi gak terlalu parah dan masih di atas rata-rata bahkan aku masih bisa menyelamatkan itu. Semua itu aku lakukan dengan sungguh-sungguh. Alhamdulillah, semakin berjalannya waktu, perizinanku naik gunung semakin mudah bahkan pernah izin di H-2 berangkat, yassalam haha. Jadi, kalau misalnya temen-temen punya keinginan yang ekstrim, maka buatlah kebahagiaan yang sebanding dengan kebahagiaan orang tua kita. Misalnya, bisa jadi mahasiswa UI. Kan enak ya kalau orang tua kita ditanya anaknya kuliah di mana terus dijawab "di UI", waw.
Begitu deh cerita awalku kenapa aku bisa jadi "Isti the Explorer". Hingga aku menulis blog dengan judul ini, sudah ada 6 gunung yang aku daki, di antaranya: Sindoro, Papandayan, Merbabu, Ciremai, Semeru, dan Gunung Gede. Dan berharap bisa juga menemukan jodoh yang shalih dan suka naik gunung juga hehe.
Isti the Explorer, di Gunung Guntur, Garut. |
Gunung Merbabu, Gunung Sindoro.
Yuk, ditunggu cerita selanjutnya, bro.
Salam Lestari!
Wassalam...
Wassalam...
oiii istiiiii wkwkwkkw, anda punya blog ternyataa hahaha
BalasHapusayooo follow2an aku ada juga ceasafira@blogspot.com
maaf ya numpang promosi disini hahah
btw ayo diterusin nulisnya, jangan berhenti :)))